Perjalanan Sang Hipokrit


    Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan.
 - Soe Hok Gie

    Pada dasarnya, manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, bagi mereka yang meyakini keberadaan Tuhan. Bagi yang tidak, ya sudah, itu bukan urusanku. Saat kita semua dilahirkan, kita semua memiliki hak yang sama sebagai manusia, kita sepakat akan itu. Pada saat kita tumbuh dan berkembang menjadi makhluk yang bisa berpikir, kita bebas menentukan apapun yang kita mau, terkecuali hal yang sifatnya mengusik hak orang lain, kita juga harus sepakat akan itu. Saat kita sudah dapat berpikir dan merdeka, kita bebas menjadi apapun yang ingin kita capai, bebas sebebas-bebasnya, menjadi seorang yang rasional, emosional, idealis, melankolis, humanis, apatis, alim, bahkan menjadi seorang hipokrit pun adalah sesuatu pilihan. Pertanyaan yang mendasar adalah, kenapa kita begitu anti akan sifat itu? Kita sama-sama pernah melihat itu, pernah mendengar itu, pernah merasakan, bahkan tak jarang melakukannya. Manusia menjadi mahluk yang paling individualis, selalu mementingkan dirinya sendiri, egois. Maka dari itu Ibnu Arabi mengatakan bahwa, manusia tak ada bedanya seperti hewan, jika tidak mampu berakal, berpikir dan bermimpi. Lantas, sudah sampai mana pemahaman dasar ini kita pahami. Membuktikan bahwa kita manusia dan hakikatnya saja susah, kenapa sudah jauh berlari meninggalkan persoalan ini.
 
"Memanusiakan manusia"

    Sudah lama aku tak menulis di blog ini, rasanya sangat binggung menentukan apa yang ingin aku tulis. Terakhir aku menulis itu di bulan Desember, sudah empat bulan yang lalu rupanya. Selama itu pula aku banyak menghabiskan waktu bertemu, bertatap muka, bercerita, bertukar pikiran, pengalaman, liburan dan lain sebagainya dengan orang banyak. Suatu yang mengasyikkan tapi melengahkan. Sekarang aku kembali menulis, dengan berbagai referensi yang telah aku miliki, baik itu benar ataupun keliru. Oiya, referensi itu juga aku dapat dari membaca buku, satu kegiatan yang biasa dilakukan tapi sulit untuk membiasakan. Aku kembali menulis, saat keadaan sedang tidak baik-baik saja, ironis dan tragis keadaan saat ini, kita berdiam diri di rumah dan melihat perkembangan berita tentang corona. Sempat terjadi kontradiksi dalam benakku. Pertama, aku bersyukur atas kejadian ini, aku bebas membaca buku dan menonton apapun yang aku mau walaupun ada tugas yang setiap hari diberikan, bagiku itu semua remah-remah sepah, hanya formalitas saja, yang dilakukan sekolah demi menanggapi anjuran pemimpin semata, kita semua tau sudah tak begitu bergunanya UN di masa SMA, ya sudah akhirnya hanya terkesan seperti itu tugas-tugas yang diberikan. Dan pada akhirnya UN ditiadakan juga bukan tahun ini. Aku juga bersyukur karena aku masih dijaga oleh Tuhan dari kejadian ini, terima kasih Tuhan, aku lebih bisa memahami makna dari "Sehat sebelum sakit". Kedua, aku sangat menyesali tragedi ini, terlebih sudah sampai tahap pandemi, sudah banyak orang yang terpapar, terjangkit bahkan tumbang karena kejadian ini, mengganggu roda perputaran sosial dan ekonomi, mengusik ketenangan beribadah, tersebarnya hoaxs dan panic buying dimana-mana. Satu hal yang aku sayangkan, betapa lambatnya respon pemerintah dalam menangani tragedi ini, bahkan aku rasa pemerintah begitu sesumbar saat mengeluarkan pernyataan "Indonesia kebal terhadap virus corona" Dan malah melakukan promosi besar-besaran untuk mendatangkan turis yang gagal berlibur ke China. Kebijakan semacam apa ini! Memanfaatkan keadaan saat orang lain sedang kesulitan. Out of the brain, kalau kata Rocky Gerung. Belum ditambah lagi dengan pernyataan orang-orang di pemerintahan sana, corona bisa sembuh dengan sendirinya, bisa sembuh dengan mengonsumsi jamu, taoge, susu kuda liar, nasi kucing dan doa qunut. Tak ada pernyataan yang pasti! Yang membuat rakyat harus berpikir dua kali! Untungnya aku masih berlalu kecil untuk memahami semua persoalan ini hahahahaha. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang hebat yang berjuang di tengah kejadian ini, tenaga medis, media, aparat, dan lain-lain, kalian adalah pahlawan yang sesungguhnya. Dan untuk orang-orang yang berjualan atau tetap mencari rezeki, walau dengan resiko mati, demi sesuap nasi, kalian pahlawan untuk keluarga kalian. Tetaplah perjuangan dengan cara kalian masing-masing, dunia akan benar-benar terasa menjemukan, jika semuanya serba diseragamkan.

    Menulis dalam kegetiran, berjalan dalam kecemasan, berpikir dalam kekhawatiran, dan melawan dalam ketidakberdayaan. Ungkapan yang menjadi pemantik semangat di setiap hari-hariku, terdengar hiperbola tapi sering juga kalian mengiyakan. Mengetahui biografi tentang Soe Hok Gie adalah anugerah tersendiri dalam hidupku, sosok pemuda yang bisa dibilang berjasa dalam perjalanan politik di negeri ini, sosok yang kritis dan puitis. Sebab Gie juga, ungkapan di atas bisa dituliskan dan menjadi pedoman. Melawan ketidakbenaran adalah tujuannya. Bayangkan, saat menjadi mahasiswa di tahun 1965 ia begitu berani melakukan aksi demonstrasi guna menyampaikan aspirasi rakyat, ia tak segan tidur di bawah tank, memberi sepucuk bunga di ujung senapan aparat, melakukan aksi berjalan kaki untuk membuat kemacetan agar anggota dewan tak bisa jalan, menulis di surat kabar tentang kebobrokan dan mendapat sejumlah ancaman. Terlepas benar atau tidak semua yang dilakukannya itu, bagiku Gie adalah sosok pemberani. Tapi jelas, ia menolak untuk dibilang pemberani, sebab baginya ini semua bukan soal keberanian, ketakutan, kekalutan, kemarahan, atau kenekatan tapi baginya hanya satu hal, kebenaran harus ditampilkan, kebenaran harus dilakukan, kebenaran harus diketahui oleh semua orang. Andai kata Gie takut pada saat itu, pasti dia tetap melakukannya, karena sebab hal yang tadi, kebenaran harus ditegakan. Soe Hok Gie seeorang yang menambah perspektif baru dalam diriku. Lalu Wiji Thukul, sosok yang belum begitu aku ketahui secara mendalam meski begitu aku rasa kita mempunyai beberapa kemiripan, seperti sama-sama menyukai puisi, membaca buku, cadel mengucap huruf r, dan suka berpetualang. Darinya aku tahu puisi bukan hanya sekadar kiasan, puisi merupakan keterusterangan/ketegasan. Kata-kata adalah senjata baginya, di saat kebebasan berpendapat masih sangat sulit, ia mencuat sebagai pendobrak melawan tirani itu. Karena tindakannya itu, ia hilang entah kemana, raganya tak pernah ditemukan, tubuhnya seolah dijadikan mainan oleh penguasa, bahkan jika memang ia sudah tiada, jasadnya pun tak pernah diberitakan, bungkam. Tapi ada satu yang akan tetap abadi, kata-katanya, lawan!!

    Perjalanan berlanjut ke ruang diskusi. Bertemu bermacam-macam orang didalamnya, dari mulai penampilan sampai pemikiran, plural. Rasanya aku beruntung bisa mengenal dunia ini, mendapat kesempatan untuk memahami berbagai persoalan. Pelan tapi pasti, aku dibuat menikmati prosesnya, pelan tapi pasti, aku mendapat banyak hal, pelan tapi pasti, aku menjadi pribadi yang pasti. Ada satu orang yang aku katakan begitu berani tampil beda saat diskusi berjalan, instingku berkata dia orang yang intelek, benar saja, semua pernyataanya aneh tapi masuk akal, seperti gabungan sufi dan filsuf jika diumpamakan. Tajam tapi ringan pembawaannya, serius tapi kadang humoris juga orangnya, religius tapi sedikit begitu juga pendapatnya terkadang HAHAHAHA. Seorang pembaca sejati dan punya pendirian yang kuat, menolak secara sadar semua bentuk kapitalisme yang terjadi, berkelana dari rumah ke rumah, memakai pakaian yang dianggapnya nyaman tanpa memperdulikan kata orang, kebebasan tujuannya. Aku tak berani mencap dia seorang yang idealis, aku takut dia membacanya dan aku dibantai di forum diskusi nanti HAHAHAHAHA. Selalu terbuka dan transparan jika ada yang bertanya, darinya aku kenal beberapa tokoh dunia berikut pemikirannya, mungkin karenanya juga aku mengerti bahwa perbedaan bukanlah sesuatu yang harus permasalahan. Dan mungkin juga karena dia aku tau jika aku tak harus selalu mengimitasi orang lain untuk terlihat pintar, cerdas, pandai, keren dan sebagainya, tapi cukup dengan mengambil kerangka dan cara berpikir orang lain, maka kita bisa lebih dari orang itu. Jujur, makin kesini aku makin mengaguminya. Sekarang dia lebih suka membaca buku-buku sastra dan menulis puisi, kata dia sih agar tidak terlihat kaku-kaku banget, makanya dia mulai melakukan itu semua, mungkin ada motif lain dibalik itu, tapi aku juga tidak tau, bukan urusanku juga. Ya, seperti itu lah dia, sederhana tapi mematikan. Sungguh mengagumkan.

" Aku lebih mencintai duka ketimbang suka"

    Mampir sejenak ke warung. Teman-teman sudah di sana terlebih dahulu tenyata. Suasananya tidak mewah tapi cukup nyaman untuk selalu disambangi. Tempat yang cocok untuk bercerita mengenai hal-hal remeh di sekitar kita, juga sangat pas untuk melepas beban yang ada di kepala. Hampir semua penghuninya sadar betul akan sebuah kesetiaan; membaca saat gundah, mewadahi saat cemas, menghibur saat sedih, membantu saat susah, memberi saat habis, loyal intinya. Terkadang kita memang butuh sebuah perkumpulan dengan tipe dan fashion yang sama dengan kita, suasana yang hadir akan lebih lewes dan jauh dari kesan rikuh. pelbagai pahala dan dosa juga tak boleh luput dari kegiatan di dalamnya; ada yang bercerita ada yang berghibah, ada yang berhaji ada yang berjudi, ada yang sembahyang ada juga yang giat berperang, ada yang beradab tapi ada juga yang biadab, beragama atau bersanggama, berziarah atau berzirah, surga atau dunia. Seperti dua sisi mata uang memang tempat ini. Pertama, mereka yang terbiasa dengan praktik-praktik seperti ini akan terjerat dalam pukat kelengahan dan pada akhirnya kesulitan melepaskannya, kedua, mereka yang sadar betul tempat ini bukan segala-galanya dan merasa harus bergegas menuju tempat lain yang lebih menjanjikan kedepannya, karena prinsip mereka hanya menjadikan tempat ini sebagai persinggahan bukan kediaman. Ya, aku harus bergegas dan berlanjut ke rute berikutnya. Doakan kawan.

    Kediaman. Sejauh apapun kalian melangkah pada akhirnya akan tetap membutuhkan tempat ini. Tempat yang seyogianya menjadi tempat berlabuh untuk segala urusan. Maka tak jarang, dari tempat ini tercipta sebuah ide, pemikiran, gagasan dan barang. Tempat yang harus memberikan kenyamanan bagi setiap penghuninya, tempat yang harus menjamin kelancaran setiap urusan penghuninya, tempat yang harus mendukung setiap ide dan gagasan orang-orang yang mendiaminya. Tempat ini harus memiliki pondasi yang kuat, guna menghalau masalah dari berbagai arah, tahan akan terpaan angin dan hujan, kokoh agar tetap berdiri tegak dan tegar. Rumah pun harus memiliki atap yang solid agar para penghuninya bisa menikmati apa-apa di dalamnya, mempunyai atap yang mampu menutupi semua benda yang jatuh dari alam, dan juga atap yang harus mampu menjamin kekuatannya untuk menghindari apa-apa yang tidak diinginkan penghuni dibawahnya. Tempat yang tak membingungkan tamu-tamu saat berkunjung, tempat yang tak menyusahkan ibu-ibu saat bertamu, tempat selalu romantis untuk pengantin baru. Rumah harus memiliki filosofi di setiap bentuk dan lika-liku pembuatannya, maka dibutuhkan kerjasama yang baik antar pakar dan pekerja. Seringkali kita melihat sebuah rumah yang roboh karena kontruksi yang gagal atau kurang terstruktur. Meski begitu tak ada pedoman untuk sebuah bentuk rumah yang ideal, semuanya nisbi tergantung siapa yang akan menempati. Tak mungkin seorang yang memiliki perekonomian rendah harus membangun hunian bertingkat-tingkat, dan yang memiliki perekonomian tinggi sudi membangun rumah keong untuk tempat tinggalnya, bersifat relatif. Jadi, kediaman hendaknya bisa memberikan rasa nyaman dan aman untuk setiap penghuninya, terlepas dari layak atau tidak, semua orang harus mendapatkannya. Pahamilah, suatu hal kecil sekalipun, aku adalah rumah dan rumah menjadi dasar dari pemikiranku.

    Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan berbicaralah seperti orator. -H.O.S Cokroaminoto



Raihan Immadu
Pamulang, 7 April 2020
Selamat membaca
Semoga kita baik-baik aja
Tetap di rumah aja
Semoga pulih dunia



Komentar

  1. Terima kasih sudah membaca. Ada beberapa kalimat yang aku tulis sebelum UN ditiadakan, tak saya ubah sengaja memang. Tetap jaga kesehatan teman-teman, jadikan situasi ini sebagai momentum untuk memperbaiki diri dari sebelumnya. #dirumahaja dan panjang umur untuk hal-hal baik 🌻

    BalasHapus
  2. Jadi, kapan menulis lagi nih yang sebentar lagi resmi jadi mahasiswa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. HAHAHAHAH makasih lho udah nungguin tulisan penulis amatiran ini. Sehat trus dan sukses selalu buat kamu yaa

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer