Permulaan Semoga Menguatkan

  Sore hari di sudut kota terdapat satu pria sibuk dengan handphone di tangannya. Dunia di sekitarnya berputar tanpa dia pedulikan namun layar di depannya itu malah lebih mendapat perhatian. Mata jelinya mencari sederet nama dibarisan pengagum cerita berkalanya, pria itu jatuh tetapi sekitarnya tak terpengaruh. Tak ada nama seseorang yang ia sebut dalam doanya tadi malam. Apakah seseorang itu telah lupa melihatnya atau sudah bosan karena ceritanya begitu-begitu saja. Begitu banyak opini yang bermunculan walau harusnya tak perlu dipikirkan. Siapa seseorang itu sebenarnya? Seberharga itu, kah? Keluarga juga bukan! Lantas siapa? Ya, seseorang yang selalu menjadi kesayangan sebelum memutuskan hubungan. Hingga pada akhirnya seseorang itu hilang di antara kesibukan, pembelajaran, pertemanan, atau pencarian pasangan. 
_______________

Setahun bukanlah waktu yang panjang tetapi bukan juga waktu yang singkat, selama setahun itu telah banyak hal yang kita lewati bersama. Mencoba memahami satu sama lain, mencoba menahan marah atas semua kesalahan, mengalah saat terjadi banyak kesalahpahaman. Jujur, kau adalah wanita asing yang pertama aku suka. Saat melihatmu pertama kali, rasanya aku langsung ingin memilikimu. Entah aku yang terlalu berekspektasi tinggi atau karena culture shock bersekolah di tempat bagus, perasaan mengagumi setiap wanita cantik selalu muncul di diriku. Perlahan-lahan perasaan itu pudar dan hanya sebatas angan saat tau kau dekat dengan yang lain. 

Perlu setahun menunggumu terbebas dari seseorang yang kau suka. Aku lupa karena sebab apa aku memiliki peluang mendekatimu, yang aku ingat adalah ketika aku berhasil mengeksekusi peluang tersebut. Aku mendapatkanmu dan merasa bahagia saat itu. Momen yang tidak akan pernah aku lupakan adalah ketika di lorong sekolah, dengan sisa-sisa keberanian aku memberimu cokelat, dengan wajah memerah kau menerima cokelatku. Kau tampak begitu malu ketika momen itu terjadi. Sedang aku, ksatria betul saat itu.

Beberapa bulan kita lewati bersama. Kau tampak lebih menarik perhatian orang-orang ketimbang diriku. Beberapa kali kita terlihat bersama, tetapi lebih sering berjalan masing-masing. Aku sibuk dengan urusan olahraga, kau sibuk berlatih menari. Kadang di sela-sela latihan, aku suka melihatmu dari kejauhan: Melihat lelahnya kau saman di aspal, berkeringat dan menahan pegal, tersenyum saat senior membentak, menggerutu saat senior lengah, dan memaki senior saat sudah pergi. 

Bagian yang aku suka adalah ketika kita saling menyemangati satu sama lain saat perlombaan. Aku selalu kalah dalam pertandingan sedangkan kau lebih sering menjadi juara. Mungkin kau ditakdirkan menjadi pemenang sedang aku dikutuk jadi seorang pecundang. Hampir di semua hal aku gagal. Meski begitu, semangatmu untukmu tak pernah padam. Aku sendiri kadang suka heran dengan sikapmu yang terus menyemangatiku, rasanya tidak terlalu berpengaruh di diriku. Aku masih terus kalah di setiap perlombaan. Kau tetap menyakinkanku bahwa masih ada hari esok. katamu, aku hanya perlu berlatih lebih keras dan percaya diri. Masalahnya itu, aku tidak pernah bisa percaya pada diriku sendiri. 

Ketidakpercayaan diri dalam melakukan sesuatu. Aku suka benci pada diriku sendiri yang ingin banyak hal tetapi tidak kunjung bisa meraihnya. Aku lebih suka menyibukkan diri dengan urusan yang remeh. Aku suka menghilang saat kau membutuhkan, tidur saat kau meminta bantuan, dan pergi saat kau butuh sandaran. Aku yang begitu rumit dan kau yang sangat terpola.

______________

Lucunya dirimu, beruntungnya aku.
Mahirnya dirimu, mujurnya aku. 

_______________

Mendengar kau berkeluh kesah dan pergi ke persimpangan lain, tidaklah heran untukku. Aku paham, kau perlu tempat untuk memuntahkan kemuakanmu selama ini. Aku bisa memaklumi dirimu bosan denganku tetapi tidak membayangkan jika kau pergi dan hilang secepat itu. Aku membosankan, aku akui. Aku kurang memerhatikanmu, aku akui. Aku tidak bisa melakukan banyak hal, aku akui. Tetapi pergi untuk mencari persimpangan lain, tidak pernah terpikir olehku. Sedari awal aku sadar, memilikimu adalah anugrah terindah dan pencapaian yang takkan bisa lagi aku capai. Keindahan terindah yang Tuhan berikan.

Tetapi harusnya kau juga sadar, cara mencintai tiap orang berbeda-beda. Harusnya kau sadar, selalu ada jeda saat lomba. Dan harusnya kau juga sadar, mencintai juga butuh diam dan sunyi. 

Maafku tak kau gubris. Puisi-puisi buatanku tak lagi kau jadikan motivasi. Aku mulai menyendiri, memetik bunga, dan membeli cokelat untuk menyenangkan hati. Tetap menunggumu yang belum juga ada kabar. 

Selang beberapa waktu, kau hadir kembali ke permukaan. Memuntahkan derita lama dan menghirup doa-doa baru. Kau lebih semringah dari sebelumnya. Menutupi kebahagiaan yang diam-diam sudah kau jalankan. Publik bisu, aku membeku. Wajahmu berubah menjadi malu saat melihatku. Bukan malu seperti dahulu saat kau menerima cokelat pemberianku, tetapi malu yang teramat sangat. Malu sebab satu hal yang entah sengaja atau tidak, kau tidak menyembunyikannya secara rapi. Aku tau lalu mulai jatuh. Jatuh ke palung terjauh. Ada batu tajam yang seolah tepat masuk ke tubuh. Aku sakit tetapi mencoba bangkit. Aku gagal dan terus menyesal. Aku sadar, tak bisa berbuat apa-apa. 

Hari-hari setelah itu, kau menjalani hidup dengan lebih baik dan bahagia. Kau dan pacarmu saling menerima trofi juara lomba. Sesuatu yang tidak pernah kau dapatkan sewaktu bersamaku. Kalian mengabadikan momen itu dengan foto bersama dan serentak mengunggahnya ke sosial media. Publik tidak tercengang karena kalian memang pantas menerimanya. Kau cantik, pacarmu pintar. Kau berbakat, pacarmu serba bisa. Kau lucu, pacarmu jenaka dan kaya. 
    
Demi merayakan kemenangan tersebut, pacarmu merencanakan sebuah pertemuan, lalu dengan emotikon senyum, kau langsung mengiyakan. Akan dijemputnya kau dengan motor baru pacarmu, sembari menunggu kau merias penampilan agar terlihat seperti ratu baginya. Saat pacarmu tiba, tingkahmu berubah seperti anak-anak, lucu dan penuh tawa. Di motor kalian berbincang perihal akan kemana. Sesampainya di tempat tujuan kalian berjalan bersama, seperti pasangan yang sudah menjalin harap sedari lama. Diajaknya kau menonton, makan, bermain dan tidak lupa dibelikan boneka agar kau selalu mengingatnya. 

Kau dan pacarmu saling berbagi kasih dan cinta sedangkan aku berbagi kopi dan puisi yang entah dengan siapa. 

Kau tidak pernah peduli apa yang aku lakukan di rumah, menghabiskan sepinya malam dengan dentuman lagu-lagu sendu, yang diputar berkali-kali hanya untuk mengharapkanmu kembali. Kau tidak pernah tau betapa sering aku membuka galeri melihat foto-foto kita, yang dulu pernah bahagia bersama. Kau tidak pernah tau berapa lamanya aku membaca sisa-sisa pesan singkat kita, hanya untuk mengingat kenangan yang perlahan kau lupakan. Kau tidak pernah sadar betapa sering aku menulis puisi, yang ditulis dengan diksi terbaik, hanya untuk memikatmu kembali. 

_______________

Kau tidak pernah tau! 
Kau tidak pernah mengerti! 
Kau tidak pernah peduli! 
Bahkan kau tidak pernah tau keadaanku saat ini! 
Kau hanya mementingkan dirimu dan pacar barumu!

____________

Kau egois!
Kau begitu egois!
Kau amat egois!

Aku bahkan merasa, kau tak nampak seperti ratu, kau lebih mirip anak anjing, yang bebas melakukan kerusakan tanpa peduli derita sekeliling.
Sampai akhirnya aku ikhlas melepasmu, 
pergi kemanapun kau mau.
Sebab mengikhlaskanlah yang membuat hati
ini dewasa, seiring bertambahnya usia.

Masa lalu akan berlalu, 
seiring bertambahnya waktu.
Kenangan akan perlahan terlupakan, 
seiring bertambahnya kesenangan.

Namun, kau tetap menjadi lambang kesedihan, 
seiring bertambahnya sayang. 
                                                                                          



Pamulang, 27 Juni 2017
                                                                              Selamat menikmati
Semoga menguatkan
                               
  Raihan Immaduddin
  Dan semua masukan


Komentar

  1. Ana menyukai Blog ente

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih 🙏🙏🙏🙏
      tunggu yang kedua ya

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. terima kasih 🙏🙏🙏🙏 semoga menguatkan. tunggu tulisan kedua ya

      Hapus
  5. hahahaha terima Kasih strikerkuu 😘😘😘😘❤❤❤

    BalasHapus
  6. keren gan, tulisanmu mirip dengan cerita saya wkwk. ditunggu tulisan selanjutnya ya :))
    -dor

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih sudah mengapresiasi 🙏🙏🙏. tenang sedihmu tak sendiri hahaaahah tulisan kedua segera dikeluarkan ❤

      Hapus
    2. wuaaahh haha, terus semangat nulisnya ya!
      -dor

      Hapus
  7. kerennnn haannn ��

    BalasHapus
  8. terima Kasih udaah ngeapresiasi 🙏🙏🙏. tunggu trus ya tulisan setelahnya. Kasih tau temen juga okk 😉hahahaha

    BalasHapus
  9. Raditya dika generasi kedua

    BalasHapus
  10. terima kasih apresiasinya juga doanya 🙏🙏🙏.tunggu yg kedua yaaa ∽∽∽∽∽

    BalasHapus
  11. Kewrennn 👏🏻👏🏻 😍ditunggu selanjutnya bang rehan wkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih lho apresiasinya 🙏🙏🙏 ooh ditunggu ya sini temenin aku nulis hahahaha 😘😘😘❤❤

      Hapus
  12. ini siapa coba??!! makasih sudah mengapresiasi 🙏🙏🙏

    BalasHapus
  13. Penulis dan tulisan nya ingin saya miliki rasanya ����

    BalasHapus
  14. aduuuhh kata katanyaa..
    sukses terus ya kak

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer